Pemantau Pemilu Where Are You?
|
Sejarah Pemantau Pemilu
Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan berdasarkan ketetapan MPR RI Nomor XIV/MPR/1998 yang berdasarkan pada pertimbangan bahwa di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat secara nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu diselenggarakan Pemilu secara demokratis, transparan, jujur dan adil diselenggarakan dengan pemberian dan pemungutan suara secara Iangsung, umum, bebas, dan rahasia. Dalam kaitan ini peran ABRI (TNI dan Polri) dan PNS harus ditempatkan pada posisi yang bersifat netral dan bersifat adil baik dalam penyelenggaraan Pemilu maupun terhadap kontestan peserta Pemilu. Sebagai tindak lanjut dari upaya implementasi Ketetapan MPR tersebut dibentuk Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilu yang antara lain memberikan amanat untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang didasarkan pada prinsip bahwa Pemilihan Umum merupakan sarana.
Selain terbentuknya KPU yang independen tersebut, terbentuk pula sejumlah pemantau-pemantau Pemilu, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Pemantau-pemantau Pemilu tersebut antara lain : Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Forum Rektor, University Network for a Free and Fair Election (UNFREL), parpol-parpol peserta Pemilu, dan beberapa LSM-LSM dalam negeri lainnya serta pemantau asing seperti European Union Carter Center, Namfrel (Philipina), dan lainnya. Hal lain yang juga memberikan jaminan pelaksanaan Pemilu 1999 dapat berlangsung Luber dan Jurdil adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) bersikap netral dan bebas menentukan pilihannya (Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1999 jo Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1999), sikap dan posisi TNI/Polri yang bersifat netral dan pelaksanaan pemungutan suara pada hari kerja yang diliburkan.
Sejalan dengan reformasi pembangunan bidang politik, pada bulan November 1998 telah diselenggarakan Sidang Istimewa (SI) 1998. Sidang Istimewa merupakan awal mata rantai dari tiga agenda nasional yang telah disepakati bersama antara Presiden dan pimpinan DPR/MPR. Sidang Istimewa diperlukan sebagai pembuka jalan ke arah penyelesaian masalah nasional secara menyeluruh. Salah satu tujuan utama Sidang Istimewa adalah percepatan pelaksanaan Pemilihan Umum dari jadwal yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu pada tahun 2002. Agenda nasional ke dua adalah penyelenggaraan Pemilihan Umum yang telah dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999. Dari hasil Pemilihan Umum, diharapkan dapat menciptakan infrastruktur politik baru yang tercermin dalam susunan keanggotaan DPR/ MPR baru. Setelah itu, akan dilaksanakan agenda nasional ketiga yaitu Sidang Umum MPR, termasuk di dalamnya memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Karakter bangsa Indonesia yang majemuk memberikan corak tersendiri dalam agenda pemilu, setiap negara mempunyai sebuah konsep pemilihan meskipun mempunyai konsep demokrasi yang sama. Konsep demokrasi yang sama melahirkan teknis pemilihan yang berbeda. Kultur setiap negara mempengaruhi berjalanya pemilihan eksekutif dan legislatif yang berbeda. Dengan keragaman suku, budaya dan daerah teritorial yang dimiliki oleh indonesia menjadi tantangan bagi jalanya proses pemilihan. Berbeda dengan negara Amerika atau negara lain yang melakukan vote atau pemilihan dengan menggunakan perkembangan teknologi sementara di Indonesia itu semua tidak dapat dilaksanakan, melihat indonesia masih banyak terdapat pegunungan dan warga negara yang tinggal di daerah pelosok, tidak dapat diakses oleh teknologi.
Bawaslu, Pemantau Pemilu, Dan Kualitas Demokrasi Kita
Bawaslu menjadi bagian penting dalam roda demokrasi Indonesia, peran bawaslu sangat dirasakan kehadiranya oleh masyarakat terutama dalam pemilu 2019. Peran bawaslu sangat terasa dalam beberapa segmen dalam pemilu 2019, termasuk pada segmen pengawasan pada hari pemungutan dan penghitungan suara yakni pengamanan orisinalitas C1-Plano, seperti halnya dikatakan oleh salah satu komisioner Bawaslu RI, Ratna Pettalolo “Menurutnya, secara teknis penjagaan kemurnian suara rakyat dibuktikan dalam kegiatan dokumentasi perolehan suara pemilih dalam formulir model C1-Plano. Oleh sebab itu, lanjutnya, Bawaslu telah melakukan pencegahan potensi perubahan atau perpindahan suara rakyat. Salah satu bentuk pencegahan adalah mendokumentasikan C1-Plano dalam bentuk foto”.[1]
Bawaslu mencoba memanfaatkan perkembangan teknologi dalam pemilu 2019, yakni dengan merilis sebuah aplikasi yang dinamakan SIWASLU (Sistem Pengawas Pemilu) sistem ini merupakan aplikasi adroid yang digunakan oleh Pengawas TPS dalam mengawasi jalanya pemungutan dan penghitungan suara dalam kata lain aplikasi ini merupakan sebuah alat kerja pengawasan bagi para petugas pengawas TPS. Dengan aplikasi tersebut pengawasan semakin efisien dan praktis,akan tetapi aplikasi ini tidak bisa 100% digunakan karena terkendala teknis yang belum bisa menyesuaikan dengan derah-daerah, akan tetapi ini merupakan wujud nyata bagi Bawaslu untuk menjaga kualitas demokrasi. Dengan adanya aplikasi ini sangat bisa dipastikan bahwa C1-Plano benar-benar aman.
Pada pemilu 2019, Bawaslu dalam hal pengawasan hari pemungutan dan penghitungan suara dibantu oleh pemantau pemiliu. Lima tahun lalu, hanya ada 14 lembaga yang melaksanakan fungsi pemantauan pemilihan umum. Kini, ketika pemilihan legislatif dan pemilihan presiden digelar serentak, jumlahnya membengkak jadi 103.[2]
Fenomema tumbuh suburnya lembaga pemantau pemilu pada Pemilu 2019 memberikan energi baru bagi Bawaslu dalam meningkatkan fungsi pengawasan. Akan tetapi keberadaan Pemantau pemilu dirasa sangat jauh dari maksimal dan tidak terlihat. Bagi Bawaslu di tingkat Kabupaten, kegiatan pemantauan yang dilakukan oleh pemantau pemilu. Pemantau Pemilu yang notabene sebagai penyelenggara pemilu harus menjalankan tugasnya dengan maksimal, meskipun Pemantau Pemilu merupakan lembaga NGO yang ruang lingkup pekerjaanya berbeda dengan Bawaslu. Untuk menjaga kualitas demokrasi perlunya adanya keselarasan antara Bawaslu dan Pemantau Pemilu. Jalin sinergitas anatara kedua lembaga tersebut dan menjalankan pengawasan dan pemantauan secara maksimal. Dalam penjaagaan kualitas demokrasi tidak ada istilah “formalitas” akan tetapi harus dengan kesungguhan.
[1] https://bawaslu.go.id/id/berita/ratna-dewi-peran-bawaslu-mengawal-kemurnian-suara-rakyat
[2] tirto.id/menyelisik-lembaga-pemantau-pemilu-di-indonesia-dlFS